Renungan

Tempat bagi Pengalaman Hidup Indah dengan Allah – 1 Oktober


 roc

Yesus membawa … mereka … naik ke sebuh gunung yang tinggi. Di situ mereka sendirian saja ….
(Markus 9:2) 

Intro:

Kita tidak dimaksudkan untuk berada di gunung dengan Allah, yaitu saat-saat yang luar biasa dan mempunyai arti tersendiri dalam hidup kita. Kita dimaksudkan untuk ditempatkan di lembah dan menghadapi hal-hal biasa, di mana kita harus membuktikan daya tahan kita. Kita harus waspada terhadap keserakahan rohani, yaitu ketika kita menjadikan saat-saat indah dengan Allah sebagai satu-satunya saat penting.

Renungan:

Ketika kita memandang segala hal dari perspektif Allah, kita akan mengalami seluruh saat pemuliaan di gunung –  times of exaltation on the mountain   – yang membuat kita ingin tinggal tetap di sana. Akan tetapi, Allah tidak pernah mengizinkan kita tinggal tetap di sana. Ujian yang sesungguhnya dari kehidupan rohani adalah ketika kita menunjukkan kemampuan untuk turun dari gunung. Jika kita hanya mempunyai kekuatan untuk naik, berarti ada yang tidak beres.

Memang, berada di atas gunung bersama Allah merupakan suatu yang menakjubkan. Namun, seseorang naik ke sana hanya agar dia kemudian dapat turun dan menolong orang yang kerasukan setan di lembah (lih. Markus 9:14-19). Kita tidak dimaksudkan untuk berada di gunung, untuk menikmati terbitnya matahari, atau menikmati atraksi keindahan lainnya dalam kehidupan. Namun, itu semua dimaksudkan semata-mata untuk menjadi saat-saat inspirasi. Kita dimaksudkan untuk ditempatkan di lembah dan menghadapi hal-hal biasa dalam kehidupan; dan di situlah kita harus membuktikan daya tahan (stamina) dan kekuatan kita.

Namun, keserakahan rohani (spiritual selfishness) kita selalu ingin saat-saat indah di atas gunung itu terulang kembali. Kita merasa bahwa kita dapat hidup dan berbicara seperti malaikat yang sempurna, seandainya saja kita dapat tinggal di puncak gunung.

Saat-saat pemuliaan itu luar biasa dan mempunyai arti tersendiri dalam hidup kita dengan Allah. Namun, kita harus waspada untuk mencegah agar keserakahan rohani kita tidak menjadikannya sebagai satu-satunya saat penting. Kita cenderung untuk berpikir bahwa segala sesuatu yang terjadi dapat dirubahkan menjadi pelajaran yang berharga. Dalam kenyataan sesungguhnya, hal itu diubahkan menjadi sesuatu yang bahkan lebih baik dari pelajaran, yaitu karakter. Pengalaman puncak gunung tidak dimaksudkan untuk mengajarkan sesuatu kepada kita, tetapi itu dimaksudkan untuk membentuk pribadi kita.

Ada jebakan yang buruk dalam selalu bertanya,”Apakah kegunaan dari pengalaman ini?” Kita tidak pernah dapat mengukur hal-hal rohani dengan cara demikian. Saat berada di puncak gunung merupakan saat-saat yang jarang terjadi, dan itu dimaksudkan untuk sesuatu dalam tujuan Allah.

 

Penulis : Oswald Chambers
Sumber : Sabda.Net, M. Agustinus Purba

 

Comments

Related Articles

Back to top button