Berita GerejaKeluarga

Lahirnya Manusia Baru di Rumah Bakpao


Rumah dan keluarga dimana Tuhan ditempatkan sebagai Kepala Keluarga adalah permulaan dari sebuah pembersihan dari hal-hal yang bukan dari Tuhan, yang nantinya akan berdampak pada orang-orang yang bersentuhan dengan rumah dan keluarga tersebut.

BeritaMujizat.comKeluarga – Inilah yang dialami Sigit Purnomo (34), gembala sidang Revival City Church Yogyakarta berasal dari Kutoarjo, Jawa Tengah dengan sang istri Deasy Tris Seba (36) berasal dari Sangihe, Sulawesi Utara. Dipertemukan di sebuah pelayanan gereja di Kutoarjo, mereka menikah di tahun 2008 di Sangihe. Lalu beberapa bulan kemudian, mereka berdua memutuskan untuk melanjutkan pelayanan di Kutoarjo.

Di umur yang masih relatif muda, mereka harus menghadapi sulitnya menjalankan rumah tangga. Di tahun 2010, kesulitan ekonomi menjadi salah satu ujian dalam hidup mereka yang saat itu sudah dikaruniai 1 anak. Hal inilah yang memicu mereka untuk pergi dari pelayanan yang mereka rintis. Dengan harapan untuk mendapatkan kehidupan yang layak di Sangihe (tempat orang tua Deasy), justru yang terjadi setelah Sigit bekerja, tempat kerjanya mengalami kerugian bahkan sampai terlilit hutang. Hal ini mengingatkan Sigit pada Yunus yang lari dari panggilan mengakibatkan seluruh orang yang dalam kapal mengalami badai. Sejak saat itulah mereka bertobat dan berkomitmen untuk tidak lagi lari dari panggilan.

Sehingga pada tahun 2012 sampai 2014, mereka dipercayakan Tuhan pelayanan sekolah-sekolah di Purworejo (daerah dekat Kutoarjo, tempat tinggal mereka saat itu). Bukan hanya sekolah, tapi mereka juga diberi kesempatan untuk melayani kota bahkan pulau. Juga usaha yang mereka rintis seperti snack, jajanan, bakpao, dan usaha kecil-kecilan mereka mulai berkembang sampai bisa mencukupi kebutuhan keluarga.

Merasa hidupnya sudah dalam kenyamanan, membuat Sigit dan Deasy tidak tenang, dan merasa bahwa Tuhan akan membawa mereka keluar dari Kutoarjo. Seperti ketika Allah memanggil Abram yang tertulis dalam Kejadian 12:1 “Berfirmanlah TUHAN kepada Abram: “Pergilah dari negerimu dan dari sanak saudaramu dan dari rumah  bapamu ini ke negeri yang akan Kutunjukkan kepadamu“. Namun trauma masa lalu membuat mereka membutuhkan waktu yang cukup lama untuk memastikan bahwa itu dari Tuhan.

“Sigit, kalau kamu mengasihi Indonesia, belajar kasihi Jogja, karena Jogja adalah Indonesia mini”, kata Tuhan dalam hatinya. Hanya dengan berbekal ketaatan akan panggilan dan pengalaman pelayanan di Kutoarjo, akhirnya Sigit dan Deasy melangkahkan kaki ke Jogja untuk merintis sebuah gereja. Membutuhkan waktu 4 jam untuk menempuh perjalanan Kutoarjo-Jogja tak menyurutkan semangat mereka untuk menghidupi panggilan. Hingga beberapa bulan kemudian akhirnya mereka memutuskan untuk tinggal di Jogja.

Proses pembersihan dalam keluarga Sigit dan Deasy pun belum berakhir. Setelah tinggal di Jogja ada kata-kata yang mengusik hati mereka bahwa mereka harus bisa menjadi “rumah” dan “keluarga” bagi anak-anak di Jogja. Sempat Deasy merasa keberatan karena ketika mengijinkan hal itu terjadi, privacy nya akan terusik. Tapi sekali lagi ketika Tuhan menjadi Kepala Keluarga, Tuhan mengikis keegoisan keluarga ini dan digantikan dengan hati Tuhan akan jiwa-jiwa.

Perubahan keluarga ini ternyata bukan hanya berdampak untuk mereka sendiri. Tapi setiap orang yang datang ke rumahnya akan mengalami pembersihan. Rumah mereka sempat dikenal sebagai Rumah “Pelepasan” karena setiap anak yang datang, mengalami kelepasan sesuatu yang bukan dari Tuhan, dan menjadi bersih setelah pulang dari rumah mereka. Sejak saat itu, rumah mereka tidak pernah kesepian tamu. Hampir setiap hari selalu ada anak datang entah hanya untuk main, makan, minta dimuridkan, bahkan minta didoakan dan dilepaskan dari keterikatan.

Anehnya apa yang mereka alami saat ini dengan dulu yang hanya hidup berempat (Sigit, Deasy, dan kedua anaknya) sangatlah berbeda. Ketika hanya hidup berempat selalu kekurangan, tapi sekarang ketika sudah ada sekitar 13-15 orang yang tinggal dengan mereka, tidak pernah sekalipun kekurangan, selalu berkecukupan, bahkan berkelimpahan.

Hati Bapa itu senang kalau keluargaNya berkumpul. Karena Keluarga tempat dimana Bapa mencurahkan isi hatiNya

Apa yang mereka alami di Rumah Bakpao, begitulah anak-anak menyebut rumah ini, bukan hanya memproduksi bakpao, tapi sebagai rumah bagi anak-anak yang mencari kasih Bapa. Pekerja dari Rumah Bakpao ini yang non-kristen pun mengalami rasa kekeluargaan yang sangat kental, sampai enggan pulang hanya untuk tinggal bercakap-cakap dengan keluarga ini juga anak-anak yang tinggal disana. Bahkan pekerja ini membawa saudaranya yang ditolak oleh keluarganya supaya bisa “sembuh” di Rumah Bakpao.

“Apa yang ditolak dunia, hanya bisa diterima di Rumah Bakpao” – kata pekerja di Rumah Bakpao

Keluarga yang semestinya memberi rasa aman dan menjadi jawaban atas setiap persoalan, hanya bisa didapatkan ketika menjadikan Tuhan sebagai Kepala Keluarga. Sigit berpesan pentingnya mezbah doa keluarga, karena mezbah doa ini menjadi dasar yang tidak tergoyahkan. Setiap pagi Sigit, Deasy, kedua anaknya, dan anak-anak yang tinggal di rumahnya selalu berdoa sebelum mengawali hari mereka. Karena tidak ada sukacita yang lebih besar selain mendengar anak-anak hidup dalam kebenaran.

 

Penulis : Rosi Dwi Jayani

Comments

Related Articles

Back to top button