Editorial

Islamphobia di Amerika, Kristenphobia di Indonesia, Gejala Sosial Apakah?


phobiaskristen

BeritaMujizat.com – Editorial – Donald Trump, presiden Amerika terpilih, akan segera memasuki White House, dan hal ini sangat menguatirkan pihak-pihak yang mempercayai bahwa Trump tidak menyukai minoritas, dan Islam. Istilah yang dipakai adalah Islamphobia.

Dibelahan dunia yang lain, di Indonesia, beberapa isu yang berbau Kristenphobia justru sedang marak terjadi. Kasus penistaan Ahok, bom Samarinda, pencekalan KKR Stephen Tong, tertangkapnya 21 terorits yang hendak mengganggu Natal dan Tahun Baru, Fatwa MUI tentang atribut natal, sampai yang paling mutakhir adalah kasus Dwi Estiningsih, kader Partai Keadilan Sejahtera (PKS), yang mencuitkan isu “pahlawan kafir” yang wajahnya di pajang di uang NKRI yang baru memperlihatkan isu SARA yang terus digoreng pihak-pihak tertentu.

Dalam kasus Trump dan pihak-pihak yang dituding Islamphobia, yang harus dimengerti adalah pemahaman mereka tentang Islam adalah para radikal yang secara frontal telah menantang semua yang berbau barat, kristen, bahkan grup berbeda dari agama yang sama. Para radikal inilah yang telah merusak nama agama mereka sendiri, sehingga akhirnya bisa dimengerti mengapa terjadi generalisasi tentang apakah Islam itu.

TERKAIT : Natal, Kekristenan dan Atribut

Dalam kasus Kristenphobia di Indonesia, dalam hal ini khususnya fatwa MUI tentang atribut Natal, terlihat jelas bahwa pemahaman MUI tentang atribut Natal bukanlah pemahaman yang orang Kristen sendiri pahami. Topi sinterklas bukanlah atribut keagaaman, mengharuskan memakai topi sinterklas untuk sales sebuah perusahaan tidak bisa disebutkan sebagai memaksakan ritual agama.

Akan berbeda, apabila pemaksaan ibadah agama Kristen untuk diikuti para karyawan, atau mengharuskan karyawan melakukan ritual-ritual lainnya yang tidak sesuai dengan iman mereka. Hal seperti itu jelas melanggar konstitusi dan hak asasi. Pihak kepolisian bisa menindaklanjuti kasus seperti ini, kalau memang ada

***

Fobia adalah sebuah anxiety disorder atau ketakutan yang tidak pada tempatnya. Secara psikologis bisa disebut “sakit”, sebab itu harus disembuhkan. Gejala-gejala seperti islamphobia, kristenphobia, sampai kepada homophobia adalah gejala-gejala sosial yang digunakan secara politis dalam perang proxy (proxy war) untuk kepentingan kelompok tertentu.

Sesuatu yang berlebihan selalu tidak baik. Radikalisme agama adalah overdosisnya para pemeluk agama dalam memahami aturan Tuhan. Membela hak asasi secara berlebihan sehingga akhirnya menyuburkan LGBT-isme hanya membuat kontra LGBT-isme, homophobia, menjadi semakin radikal juga.

Dalam kasus-kasus agama, pihak-pihak internal agama yakni para teolog, pendeta, ulama, kiai, begawan, guru, dan sebagainya harus terus melakukan otokritik di kelompok masing-masing. Dan juga, antar kelompok dan golongan harus terus secara intensif melakukan dialog.  Harus diingat, apabila sudah sampai diranah publik, semua pihak BERHAK untuk mengomentari sebuah isu biarpun hal tersebut secara khusus diatur diagama masing-masing.

Artinya, setiap pemikiran agama harus diterjemahkan terlebih dahulu dalam bahasa universal baru bisa di-release di ruang publik, apabila tidak maka agama dapat dengan mudah menjadi tunggangan politik para pemangku kepentingan.

Dalam kasus-kasus hak asasi,  hukum positif tetaplah harus menjadi panglima. Tidak bisa dan tidak boleh seorang LGBT dihakimi dan diadili secara liar. Negara tetap harus menjamin eksistensi mereka sebagai manusia, tapi sebagai negara yang menolak LGBT sebagai norma positif masyarakat, pemerintah juga harus tegas dalam upaya-upaya pencegahan, dan pemulihan kelompok ini.

Kekisruhan demi kekisruhan terjadi karena kepentingan politik. Para politikus memiliki kepentingan untuk mendapatkan kekuasaan. Dan dialam demokrasi, setiap kelompok sosial masyarakat adalah “pemberi suara”. Sebab itu, setiap kelompok ini rawan untuk dimanipulasi dan diadu domba.

Dengan mengenali kepentingan politik yang ada, maka bisa dipetakan isu yang sebenarnya. Islamphobia dibenturkan dengan radikalisme, kristenphobia dibenturkan dengan barat dan LGBT-isme, dan china-phobia dibenturkan dengan chauvinisme, dan seterusnya.  Semuanya hanya kepentingan, it’s just a politic. 

 

Penulis : Hanny Setiawan

 

Comments

Related Articles

Back to top button