Poleksosbud

Demo dengan Agenda Revolusi ternyata Tidak Alkitabiah, Harus Ditolak!


gambar diambil dari metro.tempo.co

BeritaMujizat.com – Poleksosbud – Sampai hari ini gelombang demo yang menolak RUU KPK dan KUHP masih terus terjadi di beberapa daerah. Kematian misterius dua mahasiswa waktu demo di Kendari Sulawesi Tenggara menambah panas suasana yang ada.

Terlibatnya para pelajar SMP dan SMA dalam gelombang demo ini semakin memperparah situasi yang ada. Para pelajar tersebut bahkan lebih militan dan lebih brutal daripada kakak-kakaknya.

Dalam waktu yang hampir bersamaan, di Wamena juga terjadi demo yang mengakibatkan kerusuhan. Fasilitas umum dan rumah warga turut dibakar dan dihancuran dalam kerusuhan tersebut.

Ada beberapa masyarakat sipil yang meninggal dunia akibat menjadi korban kebrutalan dari para pendemo. Meskipun telah terbukti rawan menimbulkan kerusuhan dan kekacauan, ada saja yang masih ngotot bahwa demo merupakan solusi terbaik menyampaikan aspirasi.

Rasa-rasanya jika mahasiswa belum melakukan aksi demo dijalanan maka belum dianggap berdemokrasi. Padahal jika kita cermati lebih dalam lagi, demo apalagi dengan agenda revolusi ternyata tidak Alkitabiah!

Dalam Roma 13 : 1-7, Paulus menjelaskan bahwa orang Kristen mempunyai tanggung jawab untuk takluk dan tidak boleh melawan pemerintahan yang ada.

Bahkan dalam ayat 2 Paulus kembali menegaskan bahwa melawan pemerintah itu sama halnya dengan melawan Allah.

Sebab itu barangsiapa melawan pemerintah, ia melawan ketetapan Allah dan siapa yang melakukannya, akan mendatangkan hukuman atas dirinya (Roma 13 : 2)

Kata “takluk” (ay.1a) bahasa aslinya adalah hupotassô. Kata ini muncul tiga puluh kali dalam PB yang artinya  “menempatkan diri di bawah”.

Kata hupotassô  muncul beberapa kali dalam PB dan merupakan sikap yang harus diambil seorang Kristen terhadap Allah (Yak 4:7) dan hukum Allah (Rom 8:7), terhadap Kristus (Ef 5:24), tetapi juga terhadap para pelayan gereja (1 Kor 16:16).

Kata takluk juga dipakai untuk menerangkan hubungan seorang istri kepada suaminya ( Efesus 5:22 ), dan menurut 1 Petrus 2:18 seorang budak Kristen kepada tuannya.

Ayat ini ditulis Paulus waktu orang Kristen ada dalam penjajahan Romawi yang dipimpin Kaisar Nero. Pada waktu itu orang Kristen disingkirkan dan dianggap sebagai ancaman serius bagi Kekaisaran Romawi.

Alih-alih melakukan pembrontakan atau gerakan revolusi melawan pemerintahan, orang Kristen lebih memilih takluk dan menghormati pemerintahan yang ada.

Takluk bukan dengan perasaan takut melainkan berani dan sadar karena nilai-nilai Kekristenan tidak bertentangan dengan hukum positif apapun.

Jika dalam pemerintahan otoriter saja orang Kristen tidak punya alasan untuk membangun narasi revolusi, apalagi dalam pemerintahan yang menjunjung demokrasi seperti saat ini.

Kalaupun harus menyampaikan aspirasi kepada pemerintah, Gereja dan kegerakan orang Kristen wajib menaati aturan main yang ada. Oleh sebab itu Gereja dan kegerakan Kristen tidak boleh latah dengan demo-demo yang marak terjadi hari ini.

Kita harus berani menarik diri dan menolak narasi demo yang terlalu menjatuhkan dan mendiskriditkan pemerintahan. Dalam hal ini Gereja seharusnya berani menghentikan dan dengan tegas menolak demo-demo anarkis yang terjadi di Papua.

Kebenaran tentang sikap bernegara inilah yang harus terus dilakukan, diajarkan, dan disuarakan orang Kristen.

Penulis : Gilrandi ADP

Comments

Related Articles

Back to top button